Pendapat pertama :
Pendapat ini dinisbatkan kepada Said bin musayib, Nafi’, Ibnu ‘Umar, Muhammad bin ka’ab, Abdul Malik bin Majisyun dan hal ini diriwatkan juga oleh Imam Malik dalam kitabnya ” Assir” namun para pengikut Malik menyangkal adanya buku tersebut, pendapat ini mengatakan bahwa kata “Anna” yang ada di dalam ayat ini berarti “min Aina” atau dari mana saja yang kamu kehendaki baik Faraj maupun dubur sehingga mereka berkesimpulan bolehnya bersetubuh dengan istri melalui dubur dan semua tempat yang dapat mendatangkan kepuasan, dengan dalil Al Qur an Allah SWT berfirman: mengapa kamu mendatangi jenis laki laki diantara manusia dan kamu tinggalkan apa yang dijadikan Tuhan bagi kamu dari istri istri kamu, bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas (Assyuara 125-126). Dalam konteks ayat ini seruan agar tidak menganggurkan istri di rumah atau bahasa kasarnya dari pada bersetubuh dengan laki laki (Luthi) mendingan pulanglah dan bersetubuh dengan istri yang telah Allah jadikan untukmu, mereka berpendapat bahwa Homo (Luthi) melalui dubur dan jika perbuatan itu ditinggalkan kemudian disalurkan terhadap istri, boleh boleh saja selama tidak berhubungan antara laki laki dan laki laki (Homo) sehingga mereka memperbolehkan menyetubuhi istri melalui semua tempat yang dapat mendatangkan kepuasan.
Pendapat Kedua :
Jumhur (mayoritas) ulama mengharamkan mendatangi istri melalui dubur dengan dalil, kata ” Anna ” dalam ayat ini berarti kaifa (bagaimana) yang mengatur bagaimana tata cara mendatangi istri dimana ada pembatasan pada tempat tempat tertentu meskipun caranya yang berbeda namun tujuannya satu yaitu faraj hal ini dikuatkan oleh kata sebelumnya ” Fa’tuu ” yang dibarengi “fa” sebagai pengkhususan, kemudian kata “harts” atau ladang adalah tempat untuk bercocok tanam, dengan kata lain Faraj (kemaluan) wanita bagaikan tanah untukbercocok tanam, Nutfah (air mani) bagaikan benih dan bibit yang siap dituai sedangkan Walad (anak) bagaikan tanaman yang akan tumbuh dari benih tersebut dan tempat tumbuhnya benih adalah faraj bukannya dubur, mereka berlandaskan kepada hukum larangan menyetubuhi istri di saat menstruasi dengan alasan darah haid itu kotor meski melalui faraj apalagi dubur yang jelas jelas kotor yang akan mendatangkan banyak mudhorot bagi pelakunya, dan mereka juga berlandaskan dengan dalil dalil yang bersumber dari banyaknya hadits nabawi yang menunjukkan pengharamannya, diantaranya :1.Hadits Rasulullah ” Tilka Alluthiyah Asshugra Ya’ni Ityan Al marah min Duburiha ” itu adalah bentuk dari perhomoan kecil yaitu mendatangi istri melalui duburnya, dan diriwayatkan juga dari Thawus bahwa Kaum Luth pada awalnya mendatangi istri istri mereka melalui duburnya dan kemudian berkembang karna rasa ingin mencoba dan terus mencoba sehingga timbbullah istilah Luthi.2.Hadits Rasulullah ” Man ataa Imraatan Fi Duburiha Lam Yandhurillahu Ilayhi yaumal Qiyamah ” barang siapa yang mendatangi istrinya melalui dubur maka Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat nanti, atau hadits serupa namun akhirnya beda yaitu barang siapa yang mendatangi istrinya melalui dubur maka dia telah kafir dengan nyata.Masih banyak lagi hadits Rasulullah yang menunjukan atas pengharamannya. dan apa apa yang telah ada hukumnya dalam Hadits Rasulullah itu yang harus diikuti karena sumber hukum dalam Islam bukan hanya Al Qur’an semata melainkan juga dengan Sunnah dimana fungsinya untuk menjelaskan hukum hukum yang ada di dalam Al Qur’an secara global, sedangkan “man raghiba ‘an sunnati falaysa minny ” barang siapa yang enggan akan Sunnahku ( rasulullah SAW) maka dia bukanlah dari golonganku.Apa yang menurut kita benar, belum tentu benar karena kebenaran hanyalah hak Allah dan Rasulnya yang mendapat wahyu langsung dari Allah sehingga perkataan dan perbuatannya semata mata dari Allah, sedangkan kita hanyalah manusia yang slalu berkata dan berbuat berdasarkan hawa nafsu dan bisikan bisikan iblis. Olehnya itu janganlah bertindak susuai dengan pendapat yang anda yakini kebenarannya sebelum ada dalil yang tegas tentang ketidak benarannya.
No comments:
Post a Comment